Selasa, 21 Desember 2010


Didataran tinggi disebuah bukit terhampar taman yang indah, tertutup oleh dinding yang tinggi dan dilindungi oleh sihir yang kuat. Ditaman itu mengalirlah mata air keberuntungan. Sekali dalam setahun, sejak matahari terbit sampai terbenam diwaktu yang paling panjang dari hari-hari yang lain, seorang yang “tidak beruntung” diberi kesempatan menemukan jalan ke arah mata air, mandi disana dan mendapatkan keberuntungan abadi. Pada waktu yang telah ditetapkan, ratusan orang dari berbagai belahan penjuru dunia datang mengadu nasib untuk mencapai mata air tersebut sebelum senja tiba. Laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, penyihir maupun Muggle, bersama berkumpul pada saat masih gelap, masing-masing berharap mereka yang terpilih masuk kedalam taman.
Tiga penyihir, tiap-tiap mereka menanggung derita, tanpa sengaja bertemu didalam kerumunan ratusan orang, saling bercerita tentang kisah sedih mereka sambil menanti datangnya fajar. Yang pertama adalah Asha, yang menderita sebuah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tabib manapun, dan dia berharap mata air itu dapat mengembalikan kesehatannya. Yang kedua adalah Altheda, ia telah dirampok rumahnya, hartanya, bahkan tongkat sihirnya oleh seorang penyihir yang jahat. Dia berharap mata air itu akan mengangkat perasaan tidak berdaya dan kemiskinannya. Penyihir ketiga, bernama Amata, ditinggalkan kekasihnya yang sangat ia cintai, dan merasa sakit hatinya tak mungkin terobati. Ia berharap mata air itu bisa mengobati duka.
Merasa senasib sepenanggungan mereka memutuskan bahwa tiga kepala lebih baik daripada hanya sendirian, kemudian mereka menggabungkan usul usul untuk mencapai mata air tersebut bersama-sama. Pada sambaran petir pertama, sebuah retakan di dinding muncul dan datanglah tanaman-tanaman menjalar dari taman menyambar dan meliliti tubuh Asha, penyihir pertama. Dia memegang Altheda, yang merangkul Amata. Tetapi Amata menyentuh perisai perang seorang ksatria. Dan ketika tanaman menjalar tadi menarik Asha masuk, ketiga penyihir bersama ksatria ikut tertarik menembus dinding dan memasuki taman.
Karena hanya satu dari mereka yang akan diperbolehkan mandi di Mata Air itu, Asha dan Altheda menyayangkan ketidaksengajaan Amata yang ikut membawa pesaing lainnya. Karena merasa tidak punya kekuatan sihir, setelah menyadari bahwa ketiga wanita tersebut adalah penyihir, dan menyadari kebenaran namanya Tuan Tidak Beruntung, ksatria itu mengatakan keinginannya untuk pergi. Amata mengejek keputusasaannya kemudian mengajaknya bergabung bersama mereka.
Dalam perjalanan menuju Mata Air, keempatnya menghadapi tiga tantangan. Tantangan pertama, mereka menghadapi cacing yang meminta bukti kesengsaraan mereka. Setelah mereka menggunakan beberapa cara dengan sihir maupun usaha lain yang hanya sia-sia belaka, Asha menitikkan air mata putus asa. Ternyata air mata tersebut memuaskan cacing lawan mereka sehingga keempat orang itu dibolehkan meneruskan perjalanan.
Kemudian, mereka menjumpai sebuah bukit yang menanjak terjal dan diminta untuk membayar hasil kerja keras mereka. Mereka mencoba dan terus mencoba menaiki bukit selama berjam-jam namun tidak berhasil. Akhirnya, usaha gagal Altheda ketika dia menyemangati teman-temannya untuk maju hingga keringat mengucur dari atas alisnya membuat mereka lolos ujian itu.
Pada tantangan terakhir, mereka menjumpai sebuah aliran sungai deras yang harus dilintasi dan diminta untuk membayar harta masa lalu mereka. Bingung memilih, berusaha berenang atau gagal, Amata yang akhirnya berpikir menggunakan tongkat sihirnya mengeluarkan ingatan-ingatan tentang kekasih yang meninggalkannya, kemudian menjatuhkannya ke air (sebuah pensieve). berpijak pada batu-batu di dalam air, keempat orang itu dapat menyeberang ke arah Mata Air, tempat mereka harus memutuskan siapa yang akan mandi di situ.
Tapi apa daya Asha pingsan karena kelelahan dan hampir mati. Dia mengalami penderitaan yang sangat sehingga dia tidak bisa melanjutkan langkahnya ke mata air dan memohon ketiga temannya untuk tidak memindahkannya. Altheda cepat-cepat mencampur sebuah ramuan mujarab untuk menolongnya dan kenyataannya ramuan itu berhasil menyembuhkan penyakitnya, sehingga dia tidak lagi berminat mandi dalam Mata Air itu. Dengan menyembuhkan Asha, Altheda menyadari bahwa dia memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang lain dan sehingga dapat menghasilkan uang. Dia tidak membutuhkan lagi mata air untuk menyembuhkan perasaan tidak berdaya dan kemiskinannya
Penyihir ketiga, Amata menyadari bahwa sesudah dia menyingkirkan rasa penyesalannya tentang kekasihnya, dia mampu melihat sifat mantan kekasih yang kejam dan tidak bisa dipercaya, dia tidak lagi membutuhkan Mata Air itu. dia berbalik kepada Tuan Tidak Beruntung dan menawarkan kesempatan padanya untuk mandi di Mata Air sebagai hadiah atas keberaniannya. Ksatria itu, yang tidak menyangka atas keberuntungannya, mandi di Mata Air dan menceburkan diri berikut baju besi berkaratnya.
Ketika matahari menghilang diufuk barat, setelah mandi dimata air keberuntungan tersebut sang ksatria bersimpuh di bawah kaki Amata, memohon tangan dan hatinya. Ketiga penyihir mendapatkan impian mereka untuk kesembuhan, seorang ksatria tak beruntung memenangkan sebuah arti keberanian, dan Amata, seorang penyihir yang mempercayainya, menyadari bahwa dia telah menemukan seorang lelaki yang pantas menerimanya.
Ketiga penyihir dan satria turun dari bukit bersama-sama, berpegangan tangan dan keempatnya hidup bahagia selama-lamanya, namun tidak ada satupun dari mereka (termasuk ratusan orang yang tidak seberuntung mereka) yang tahu bahwa mata air keberuntungan tersebut adalah mata air biasa seperti mata air lainnya dan tidak memiliki keajaiban sebagaimana kabar yang tersiar.

Muggle's Writing... . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates